Select Menu

Random Posts

Flexible Home Layout

Tabs

SCIENCE & TECHNOLOGY

Games & Multimedia

Main menu section

Sub menu section

BERITA PEMKAB TAPIN

Lorem 1

Technology

Rilis Berita KEMENKES

Circle Gallery

Shooting

Racing

BERITA PUSKESMAS

News

BAB I
PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) dalam salah satu publikasinya menyatakan bahwa Sistem Informasi Kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian integral dari Sistem Kesehatan Nasional yang didukungnya serta merupakan alat bagi manajemen sistem kesehatan tersebut.
Di dalam buku Sistem Kesehatan Nasional yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 131/MENKES/SK/II/2004 disebutkan bahwa “untuk mengantisipasi berbagai perubahan dan tantangan strategis, baik internal maupun eksternal, perlu disusun Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang baru, yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan”. Dengan berlakunya SKN tersebut, penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Tapin Tahun 2010 berupaya untuk menyesuaikan dengan indikator pencapaian SKN yang ditentukan oleh dua determinan. Pertama, status kesehatan dan kedua tentang tingkat ketanggapan (responsiveness).
Di dalam SKN disebutkan bahwa keberhasilan manajemen kesehatan sangat ditentukan antara lain oleh tersedianya data dan informasi kesehatan, dukungan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknilogi kesehatan, dukungan hukum kesehatan serta administrasi kesehatan. Lebih lanjut di dalam SKN disebutkan bahwa SKN terdiri dari enam subsistem, yakni (1) Subsistem Upaya Kesehatan, (2) Subsistem Pembiayaan Kesehatan, (3) Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan, (4) Subsistem Obat dan Perbekalan Kesehatan, (5) Subsistem Pemberdayaan Masyarakat, dan (6) Subsistem Manajemen Kesehatan.
Untuk mengukur keberhasilan pembangunan sesuai dengan Visi Departemen Kesehatan “Masyarakat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat” dengan Misinya “Membuat Rakyat Sehat” diperlukan indikator. Indikator yang tercantum dalam pedoman ini merupakan penggabungan indikator Indonesia Sehat 2010 dan Indikator Kinerja Standart Pelayanan Minimal yang meliputi : (1) Indikator Derajat Kesehatan yang terdiri atas indikator- indikator untuk Mortalitas, Morbiditas, dan Status Gizi; (2) Indikator-indikator untuk keadaan lingkungan, perilaku hidup, akses dan mutu pelayanan kesehatan, sumber daya kesehatan, manajemen kesehatan, dan kontribusi sector terkait.
Buku Profil Kesehatan Kabupaten Tapin sebagai salah satu bentuk informasi kesehatan yang memuat gambaran situasi kesehatan di Kabupaten Tapin yang diterbitkan setiap tahun. Data dan informasi yang dimuat dalam profil kesehatan berupa data tentang kesehatan dan data pendukung yang berhubungan dengan kesehatan seperti data kependudukan, ekonomi, pendidikan dan keluarga bencana. Keberadaan data pendukung tersebut menjadikan analisis terhadap situasi kesehatan menjadi lebih akurat. Masalah kesehatan timbul sebagai akibat dari dampak pembangunan.
Peningkatan Upaya kesehatan di Kabupaten Tapin dihadapkan dengan tantangan sebagai akibat terjadinya transisi demografi dan epidemiologi, seperti perubahan sosial, tingkat pendidikan, keadaan ekonomi, kondisi lingkungan dan pengaruh globalisasi, meningkatnya penyakit non enfeksi seperti kardiovaskoler, kanker dan penyakit degeneratif lainnya, serta disisi lain tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih baik, bermutu, terjangkau dan merata.
Analasis data dalam penyusunan profil ini dilakukan secara deskriptif, dengan memberikan gambaran berupa data – data serta angka tertinggi dan terendah pada suatu situasi.



A.    Tujuan
Secara umum pembuatan Profil Kesehatan Kabupaten Tapin tahun 2010  ini bertujuan untuk memantau pencapaian pembangunan kesehatan dengan mengacu kepada Visi Pembangunan Kesehatan yaitu Kabupaten Tapin Sehat .
Tujuan Khusus :
1.     Diperolehnya informasi tentang gambaran kesehatan di Kabupaten Tapin meliputi situasi umum, derajat kesehatan, kesehatan lingkungan, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, pelayanan kesehatan, sumber daya kesehatan, dan gambaran situasi data pendukung yang terkait dengan program kesehatan.
2.     Tersedianya alat pemantauan terhadap pelaksanaan program-program kesehatan di Kabupaten Tapin dalam upaya peningkatan manajemen kesehatan.
3.     Tersedianya bahan untuk Penyusunan Rencana Tahunan Kesehatan Kabupaten Tapin dan untuk bahan penyusunan Profil Kesehatan Propinsi.

B.    Sistematika Penyajian
Penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Tapin Tahun 2010 mengacu kepada SKN yang baru. Profil Kesehatan Kabupaten Tapin Tahun 2009 ini terdiri dari
Bab I – Pendahuluan. Bab ini berisi penjelasan tentang latar belakang dan tujuan diterbitkannya Profil Kesehatan Kabupaten Tapin Tahun 2010 serta sistematika dari penyajiannya.
Bab II – Gambaran Umum. Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Kabupaten Tapin. Selain uraian letak geografis, administratif dan informasi umum lainnya, bab ini juga mengulas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan dan faktor-faktor lainnya meliputi kependudukan, ekonomis, pendidikan serta mengulas tentang faktor-faktor lingkungan.
Bab III – Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang hasil-hasil pembangunan kesehatan di Kabupaten Tapin sampai dengan tahun 2010 yang mencakup tentang angka kematian, angka kesakitan, dan keadaan status gizi.
Bab IV – Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini menguraikan tentang pencapaian dan keberhasilan upaya-upaya kesehatan yang telah dilaksanakan oleh bidang kesehatan sampai tahun 2010. Gambaran tentang upaya kesehatan yang telah dilakukan itu meliputi pencapaian cakupan pelayanan kesehatan dasar, pencapaian pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, pemberantasan penyakit menular, pembinaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan.
Bab V – Situasi Sumber Daya Kesehatan. Bab ini menguraikan tentang sumber daya  kesehatan Kabupaten Tapin yang mancakup tentang keadaan tenaga, sarana dan fasilitas kesehatan yang ada serta pembiayaan yang mendukung pembangunan kesehatan baik yang bersumber dari APBD maupun APBN.
Bab VI – Penutup. Bab ini menguraikan kesimpulan hal-hal penting dan perlu ditelaah lebih lanjut, keberhasilan-keberhasilan yang perlu dicatat, hal-hal yang dianggap masih kurang dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Kabupaten Tapin.









BAB II
GAMBARAN UMUM

A.    Geografi
Kabupaten Tapin dengan ibukotanya Rantau terletak dibagian tengah Propinsi Kalimantan Selatan yang berjarak sekitar 110 km dari ibukota propinsi. Berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Tapin terletak di antara 20.32’43” – 30.00’43” Bujur Timur dan 1140.46’13” – 1150.30’33” Lintang Selatan. Batas Kabupaten Tapin adalah  sebagai berikut  :

J   Sebelah Utara               :  Kabupaten Hulu Sungai Selatan
J   Sebelah Selatan            :  Kabupaten Banjar
J   Sebelah Timur               :  Kabupaten Hulu Sungai Selatan
J   Sebelah Barat               :  Kabupaten Barito Kuala
Luas daerah Kabupaten Tapin adalah 2.700,82 km2 yang terbagi atas 12 kecamatan dengan 125 desa dan 8 kelurahan. Daerah yang paling luas adalah Candi Laras Utara dengan luas 619,91 km2 atau sebesar 27,05 persen dari luas keseluruhan Kabupaten Tapin, sementara  daerah yang paling sempit adalah Kecamatan Tapin Utara dengan lua`s 32,32 km2 atau sebesar 2,65 persen dari luas Kabupaten Tapin.
Berdasarkan letak ketinggiannya dari permukaan laut diketahui, hampir seluruh area atau 67,34 persen dari total area Kabupaten Tapin berada pada ketinggian  0-7 m, sedangkan ketinggian lebih dari 500 m dari permukaan laut hanya berkisar 1,21 persen.
Jika dilihat dari kelas kemiringannya diketahui bahwa kemiringan di kabupaten ini banyak terletak pada kemiringan 0-2 persen yaitu sekitar 82,93 persen dari total area Kabupaten Tapin, sedangkan kemiringan antara 2,1 sampai 8 persen hanya sekitar 0,62 dari keseluruhan luas daerah di Kabupaten Tapin.   
Letak geografis Kabupaten Tapin sangat strategis sehingga menyebabkan mobilitas penduduk yang cukup tinggi untuk melakukan aktifitas sehari-hari dari dan ke Kabupaten Tapin, selain itu Tapin menjadi tempat persinggahan penduduk yang melakukan perjalanan baik  antar kota dalam propinsi Kalimantan Selatan maupun antar propinsi di pulau Kalimantan melalui transportasi darat.

B.    Keadaan Penduduk
Jumlah dan penyebaran penduduk serta susunan golongan umur dan jenis kelamin adalah hal yang sangat fundamental sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan di bidang kesehatan. Menurut kantor BPS jumlah Penduduk Kabupaten Tapin tahun 2010 adalah 167.877 jiwa, dengan jumlah laki-laki 84.626 jiwa dan perempuan 83.251 jiwa.
1.     Penyebaran Penduduk
Penyebaran penduduk Kabupaten Tapin tidak merata, pada tahun 2010 kepadatan penduduk di Kabupaten Tapin adalah 77,19  jiwa/km2 . Kecamatan Tapin Utara sebagai daerah ibukota kabupaten memiliki kepadatan tertinggi sekitar 717,55 jiwa/km2 disusul oleh Kecamatan Salam Babaris 186,28 jiwa/km2  kemudian Kecamatan Binuang sebesar 181,98 jiwa/km2. Kepadatan penduduk yang terendah adalah Kecamatan Candi Laras Utara yaitu hanya 26,01 jiwa/km2  disusul oleh Kecamatan Piani sebesar 28,01  jiwa/km2.


2.     Komposisi Penduduk
Kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk tidak saja mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk tetapi juga mempengaruhi komposisi penduduk. Tahun 2010 penduduk Kabupaten Tapin golongan umur 0 – 4 tahun (balita) sebanyak 15.979 anak terdiri dari 8.261 laki-laki dan  7.718  perempuan sedang umur 65 tahun keatas sebanyak 6.924 orang (manula). 
Jika dilihat dari kelompok umurnya (Tabel 2), diketahui penduduk Kabupaten Tapin merupakan penduduk muda, artinya penduduk Kabupaten Tapin sebagian besar terdiri dari penduduk usia muda. Ini berarti pemerintah Kabupaten Tapin masih harus memperhatikan tersedianya fasiltas kesehatan dan pendidikan yang cukup untuk penduduk usia mudanya. Selain itu 9,5% penduduk Kabupaten Tapin adalah balita yang harus mendapat perhatian dalam pelayanan kesehatan sebagai wujud dalam menyiapkan generasi yang unggul.
Kemudian pada penduduk kelompok umur 45-64 tahun (Pra Lansia dan Lansia) sebanyak 27.659 orang atau 16,4 % dari penduduk Kabupaten Tapin dan umur usia lanjut yaitu pada umur lebih dari 65 tahun sebanyak 6.924 jiwa (4.12%) juga perlu mendapat perhatian dalam pelayanan kesehatan lansia dengan lebih banyak mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) seperti pelayanan kesehatan lansia di Posyandu Lansia.

3.     Rasio Beban Tanggungan (Dependency Ratio)
Tingginya rasio beban tanggungan merupakan faktor penghambat pembangunan negara, karena sebagain dari pendapatan yang diperoleh oleh golongan yang produktif, terpaksa harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tidak produktif. Maka jika penduduk usia tidak produktif semakin besar, beban tanggungan ekonomi penduduk usia produktif semakin tinggi. Rasio beban tanggungan untuk Kabupaten Tapin pada tahun 2010 adalah 47,5. Ini berarti tiap orang yang produktif harus menanggung 47,5 orang yang tidak produktif.

C.    Keadaan Pendidikan
Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan Status Kesehatan.  Salah satu indikator mengenai sumbangan pendidikan pada kesehatan adalah angka “Melek Huruf” yang sering diartikan sebagai prosentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis dalam satu bahasa.
Kemampuan membaca dan menulis merupakan keterampilan minimum yang diperlukan oleh penduduk agar dapat hidup sehat dan sejahtera yang tergambar dari angka melek huruf penduduk umur 10 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya.

D.    Keadaan Lingkungan 
Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, akan disajikan indikator-indikator persentase rumah sehat serta persentase tempat-tempat umum dan pengelolaan makanan sehat. Selain itu disajikan pula beberapa indicator tambahan yang dianggap masih relevan, yaitu persentase rumah tangga menurut sumber air minum, persentase rumah tangga menurut sarana pembuangan air dan tinja.
1.     Rumah Sehat
Rumah Sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang terbuat bukan tanah.
Berdasarkan laporan Puskesmas di Kabupaten Tapin didapat  gambaran  persentase  rumah  sehat  di  Kabupaten  Tapin   pada tahun 2007 sebesar 73,67% dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 81,91%. Persentase rumah sehat tertinggi di Kecamatan Candi Laras Selatan (98,65%), diikuti Kecamatan Salam Babaris sebesar 97,95% dan Kecamatan Binuang 93,09%, sedangkan persentase rumah sehat yang paling rendah yaitu pada wilayah kerja Puskesmas Pandahan Kecamatan Tapin Tengah sebesar 49,00%. Tahun 2009 menurun menjadi 72,341%. Persentase rumah sehat tertinggi di Kecamatan Candi Laras Selatan (183,54%), diikuti Kecamatan Tapin Utara sebesar 85,87% dan Kecamatan Hatungun 82,22%, sedangkan persentase rumah sehat yang paling rendah yaitu pada wilayah kerja Puskesmas Pandahan Kecamatan Tapin Tengah sebesar 3,89%. Sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 81,55%. Persentase rumah sehat tertinggi di Kecamatan Tambarangan, Salam Babaris, Tapin Tengah, Banua Padang, Bakarangan, Lokpaikat dan Piani masing-masing (100,00%), sedangkan persentase rumah sehat yang paling rendah yaitu pada wilayah kerja Puskesmas Baringin Kecamatan Candi Laras Selatan sebesar 62,03%.

2.     Tempat-tempat Umum dan Pengelolaan Makanan
Tempat-tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) merupakan suatu sarana yang dikunjungi oleh banyak orang, dan dikhawatirkan dapat menjadi tempat penyebaran penyakit. Tempat-tempat yang dikategorikan sebagai TUPM meliputi : hotel, restoran, bioskop, pasar, terminal dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud denga TUPM sehat adalah tempat-tempat umum dan pengelolaan makanan yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, luas lantai (luas ruang) yang sesuai dengan banyaknya pengunjung, serta memiliki pencahayaan ruang yang sesuai.
Informasi yang didapat dari indikator Standar Pelayanan Minimal menggambarkan bahwa rata-rata  persentase TUPM sehat di Kabupaten Tapin Tahun 2008 sebesar 100% dengan jumlah TUPM yang diperiksa sebesar 20 buah dari seluruh TUPM yang ada 481 buah. Tahun 2009 sebesar 52,4% dengan jumlah TUPM yang diperiksa sebesar 1.118 buah dari seluruh TUPM yang ada 1.739 buah. Sedangkan pada tahun 2010 menurun menjadi 49,5% dengan jumlah TUPM yang diperiksa sebesar 999 buah dari seluruh TUPM yang ada 1.624 buah.

3.     Akses terhadap Air Minum
Sussenas 2004 menggambarkan bahwa 55,31 % rumah tangga mempunyai fasilitas air minum sendiri. Rumah Tangga yang menggunakan fasilitas air minum milik bersama sebesar 20,54 % dan 12,04 % menggunakan fasilitas milik umum. Selebihnya, sebesar 12,11 % rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas air minum. Persentase  keluarga  yang  memiliki akses air bersih di Kabupaten Tapin pada tahun 2007 sudah mencapai 100%, sedangkan pada tahun 2008 data tidak tersedia. Tahun 2009 persentase keluarga yang memiliki akses air bersih (PDAM, SPT,SGL,SGH, kemasan dan lainnya) mencapai 21,824 keluarga atau 100,00%.  Sedangkan tahun 2010 persentase keluarga yang memiliki akses air bersih (PDAM, SPT,SGL,SGH, kemasan dan lainnya) mencapai 20.620 keluarga atau 100,00%. 


4.     Sarana Sanitasi Dasar
Persentase kepemilikan jamban di Kabupaten Tapin tahun 2007 sebesar 77,5%. Persentase tertinggi kepemilikan jamban ada di Kecamatan Tapin Utara, Tapin Selatan, dan Bungur yaitu sebesar 100%. Persentase kepemilikan jamban terendah di Kecamatan Candi Laras Selatan sebesar 16,1%.  Sedangkan persentase sarana pengelolaan air limbah di Kabupaten Tapin tahun 2008 mencapai 26,11%, tahun 2009 mencapai 68,9% sedangkan pada tahun 2010 mencapai 77,5%. Hhal ini perlu mendapat perhatian dalam pengembangan program Desa Sehat yang berorientasi pada intervensi kesehatan lingkungan.


BAB III
SITUASI DERAJAD KESEHATAN

Derajad kesehatan merupakan tingkat kesehatan perorangan, kelompok atau masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (fisik, biologis), faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan genetik. Berdasarkan penelitian terakhir dari keempat faktor tersebut, yang sangat berpengaruh pada derajat kesehatan adalah faktor perilaku masyarakat, faktor ini memberi kontribusi sebesar 72% terhadap status kesehatan, kemudian diikuti oleh faktor lingkungan lalu faktor genetik dan baru faktor Pelayanan Kesehatan yang hanya menyumbangkan 10% pengaruh terhadap derajat kesehatan.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur derajat Kesehatan adalah Mortalitas, Morbiditas, dan Status Gizi.
A.    Mortalitas
Gambaran perekembangan derajad kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Di samping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya.
1.                                 Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 Kelahiran Hidup adalah jumlah bayi yang meninggal pada usia 1 hari sampai dengan 1 hari sebelum bayi tersebut merayakan ulang tahunnya yang pertama dalam suatu wilayah tertentu selama 1 tahun per jumlah kelahiran hidup (KH) diwilayah dan pada kurun waktu yang sama dikali 1000.
AKB merupakan indikator yang paling peka dalam menggambarkan derajad kesehatan masyarakat. Ia tidak hanya berguna dalam memberikan informasi tentang bayi, tetapi juga sebagai gambaran penduduk dengan tingkat sosial ekonominya. Selain itu AKB merupakan indikator yang sensitif dalam menggambarkan ketersediaan, penggunaan dan keefektifan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan perinatal. Berdasarkan laporan Puskesmas dari laporan SP2TP Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin jumlah bayi yang meninggal selama kurun waktu 2003 di Kabupaten Tapin adalah sebanyak 8 bayi, sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi 11 orang dengan total kelahiran hidup 2.867, sedangkan pada tahun 2005 jumlah bayi yang meninggal menurun menjadi 7 orang dari 2.923 jumlah kelahiran hidup atau jumlah total kelahiran sebesar 2.943 dikurangi jumlah bayi lahir mati sebanyak 20. Tahun 2006 kematian bayi meningkat 100% dari tahun 2005 menjadi 14 orang, namun pada tahun 2007 berdasarkan laporan Puskesmas jumlah kematian bayi turun secara signifikan menjadi 6 orang yang terdapat pada 5 kecamatan, sedangkan pada tahun 2008 meningkat kembali menjadi 22 orang dari 3.363 kelahiran hidup, dari data tersebut maka AKB untuk Kabupaten Tapin pada tahun 2008 adalah 6,5 per 1000 KH. Tahun 2009 meningkat kembali menjadi 41 orang dari 3.125 kelahiran hidup, dari data tersebut maka AKB untuk Kabupaten Tapin pada tahun 2009 adalah 13,1 per 1000 KH. Dan pada tahun 2010 angka kematian bayi meningkat menjadi 52 orang dari 3.031 kelahiran hidup. Dari data tersebut maka AKB untuk Kabupaten Tapin pada tahun 2010 adalah 17,1 per 1000 KH.

2.     Angka Kematian Anak Balita (AKAB)
Angka Kematian Anak Balita (AKAB) merupakan jumlah kematian anak kelompok 1 – 4 tahun dalam wilayah tertentu selama 1 tahun tertentu per jumlah kelahiran hidup di wilayah dan pada periode yang sama dikali 1000.
AKAB mencerminkan besarnya faktor lingkungan yang berpengaruh pada kesehatan anak seperti gizi, sanitasi, penyakit menular pada masa kanak-kanak dan kecelakaan yang terjadi di dalam dan disekitar rumah. Angka ini juga mencerminkan tingkat dan besarnya kemiskinan, oleh karena itu merupakan indikator yang sensitif untuk menilai pembangunan sosial ekonomi masyarakat. Jumlah balita mati pada tahun 2005 berdasarkan laporan SP2TP Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin  tidak ada, pada tahun 2006 terdapat 1 orang balita meninggal terdapat di Kecamatan Binuang. Sedangkan pada tahun 2007 meningkat menjadi 8 orang, dan tahun 2008 yang dilaporkan hanya 3 orang dari data tersebut maka AKAB Kabupaten Tapin tahun 2008 adalah 0,9 per 1000 KH. Tahun 2009 yang dilaporkan hanya 4 orang dari data tersebut maka AKAB Kabupaten Tapin tahun 2009 adalah 1,3 per 1000 KH. Sedangkan pada tahun 2010 angka kematian anak balita yang dilaporkan sebanyak 4 orang. Dari data tersebut maka AKAB Kabupaten Tapin tahun 2010 adalah 1,3 per 1000 KH.

3.     Angka Kematian Ibu (AKI)
AKI adalah jumlah ibu hamil yang meninggal karena hamil, bersalin dan nifas disuatu wilayah tertentu selama 1 tahun di bagi jumlah kelahiran hidup diwilayah tersebut pada periode yang sama dikalikan 100.000.
AKI mencerminkan resiko yang mengancam ibu–ibu selama kehamilan dan melahirkan. Angka ini dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi, gizi, sanitasi dan yang tak kalah pentingnya adalah pelayanan kesehatan ibu. Tahun 2003 jumlah kematian ibu yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin selama setahun ada 1 orang dari jumlah ibu hamil sebanyak 4.031 atau 2,5 orang per 100.000 KH.  Tahun 2004 meningkat menjadi 4 orang dari jumlah 3.943 Ibu Hamil atau 10,1 orang per 100.000 KH, sedangkan pada tahun 2005 jumlah kematian ibu maternal  ada 1 orang dari 3.979 ibu hamil, tahun 2006 meningkat lagi menjadi 3 orang dari 4.020 Bumil. Kemudian pada tahun 2007 jumlah kematian ibu hanya 2 orang, tahun 2008 kematian ibu meningkat menjadi 4 orang, dari data tersebut AKI Kabupaten Tapin pada tahun 2008 adalah 118,94 orang per 100.000 KH. Tahun 2009 jumlah kematian ibu maternal  ada 8 orang dari .4.110 ibu hamil. Sedangkan pada tahun 2010 jumlah kematian ibu maternal  ada 13 orang dari 4.110 ibu hamil atau 3,16 orang per 100.000 KH.

B.    Morbiditas
1.     Penyakit Malaria
Angka Kesakitan Malaria per 1000 penduduk adalah jumlah penderita malaria disuatu wilayah tertentu selama 1 tahun dibagi jumlah penduduk diwilayah pada kurun waktu yang sama dikali 1000. Pada tahun 2003 terdapat 23 kasus malaria positif, tahun 2004 kasus malaria meningkat menjadi 32 kasus positif dari 206 klinis atau 1,4 orang per 1000 penduduk, dan tahun 2005 jumlahnya meningkat dari 113 kasus klinis  ditemukan 52 yang positif malaria atau angka kesakitan malaria 0,75 per 1000 penduduk. Pada tahun 2006 ternyata masih banyak ditemukan kasus malaria , berdasarkan laporan Puskesmas jumlah malaria klinis ditemukan sebanyak 69 kasus, dari jumlah tersebut terdapat 39 kasus positif (56,5%), dan angka kesakitan 0,46 per 1000 penduduk. Kemudian pada tahun 2007 meskipun penemuan kasusnya menurun, namun penurunan kasusnya masih relatif rendah, dari 61 jumlah kasus klinis yang ditemukan terdapat 29 kasus yang positif, kasus ini terdapat pada 4 Kecamatan, dan Kecamatan Hatungun yang menjadi daerah endemis di Kabupaten Tapin masih ditemukan kasus yang cukup tinggi yaitu 41 kasus klinis dengan 24 kasus yang positif, angka kesakitan malaria di Kabupaten Tapin tahun 2007 yaitu 0,4 per 1000 penduduk. Berdasarkan laporan dari Puskesmas pada tahun 2008 ditemukan 72 kasus malaria dan terdapat 30 kasus positif (41,7%) dan angka kesakitan malaria adalah 0,47 per 1000 penduduk. Tahun 2009 ditemukan 40 kasus malaria dan terdapat 11 kasus positif (27,50%) dan angka kesakitan malaria adalah 0,07 per 1000 penduduk. Sedangkan pada tahun 2010 ditemukan 148 kasus malaria dan terdapat 79 kasus positif (53,38%) dan angka kesakitan malaria adalah 0,47 per 1000 penduduk.

2.     Penyakit TB Paru
Estimasi tersangka TB Paru adalah 13 per 1000 penduduk. Untuk tahun 2005 estimasi TBC di Kabupaten Tapin adalah 1.939. Tersangka yang diperiksa 1.173 orang. Estimasi TB BTA positif adalah 10 % dari estimasi tersangka yakni 194 orang. Dari 1.173 tersangka yang diperiksa ditemukan 153 orang BTA (+) yang diobati, kalau melihat dari target penemuan BTA (+) sebesar 191 orang untuk tahun 2005, maka penemuan BTA (+) sudah mencapai 80,10 % yang berarti lebih besar dari target nasional 75%. Pada tahun 2006 jumlah tersangka TB yang diperiksa sebanyak 1.191 kasus dan terdapat 158 BTA(+), sedangkan pada tahun 2007 jumlah tersangka TB ditemukan sebanyak 1.558 kasus, dari jumlah tersebut terdapat 133 BTA(+) ,  tahun 2009 terdapat 120 kasus BTA (+) dengan jumlah tersangka TB ditemukan sebanyak 891 kasus dan pada tahun 2010 jumlah tersangka TB ditemukan sebanyak 1.080 kasus dengan jumlah 131  orang penderita BTA(+).



3.     Penyakit Demam Berdarah
Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2003 di Kabupaten Tapin terdapat 6 kasus yang terjadi di Kecamatan Tapin Utara 2 kasus, di Kecamatan Binuang, Tapin Selatan, Salam Babaris dan Banua Padang masing-masing 1 kasus. Tahun 2004 meningkat menjadi 8 kasus yang terjadi di Kecamatan Tapin Utara 3 kasus, Kecamatan Binuang dan Lokpaikat masing-masing 2 kasus, dan Kecamatan Salam Babaris 1 kasus. Pada tahun 2005 masih ditemukan beberapa kasus DBD yaitu sebanyak 7 kasus di 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Tapin Utara dan Binuang, dua kecamatan ini merupakan daerah endemis DBD yang penduduknya paling banyak dan mobilitas penduduknya sangat tinggi karena terletak di daerah perkotaan, Angka Kesakitan DBD adalah 4,7 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2006 terdapat 7 kasus DBD, sedangkan pada tahun 2007 jumlah kasus ditemukan meningkat menjadi 11 kasus yang menyebar pada 4 kecamatan dan kecamatan yang paling banyak kasusnya adalah Kecamatan Binuang yaitu 5 kasus, angka kesakitan DBD Kabupaten tahun 2007 adalah 7,2 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2008 jumlah kasus meningkat menjadi 17 kasus yang menyebar pada 3 Kecamatan, angka kesakitan DBD Kabupaten Tapin adalah 10,99 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2009 jumlah kasus sebanyak 4 kasus yang menyebar pada 4 Kecamatan, angka kesakitan DBD Kabupaten Tapin adalah 2,58 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2010 jumlah kasus meningkat menjadi 45 kasus yang menyebar pada 9 Kecamatan, angka kesakitan DBD Kabupaten Tapin adalah 26,8 per 100.000 penduduk.

C.    Status Gizi
Program perbaikan gizi masyarakat di Tapin merujuk pada masalah gizi Nasional yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Xeropthalmia (Kekurangan Vit.A), Anemis (Kekurangan Zat Besi) dan Gondok endemik. Parameter KEP dapat dilihat dari hasil penimbangan (Berat badan terhadap umur). Prevalensi KEP mencerminkan kelambatan pertumbuhan dan kurang gizi masa lalu yang lama maupun kurang gizi masa sekarang. Dengan demikian berat badan waktu lahir dapat juga dijadikan indikator status gizi masyarakat.
1.       Balita Dengan Gizi Buruk
Jumlah Balita yang berumur 0 – 4 tahun berdasarkan data BPS Kabupaten Tapin tahun 2010 adalah 15.979 orang. Pemantauan Status Gizi Balita memperlihatkan angka adanya jumlah balita yang mengalami gizi buruk sebanyak 4 orang (0,20%), untuk Balita yang BGM 343 balita atau 17,34 % dari total balita yang ditimbang (1.977 balita), sedangkan balita yang ditimbang naik berat badannya sebanyak 1.418 (71,72 %).
2.       Kecamatan Bebas Rawan Gizi
Berdasarkan laporan program gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin, dilaporkan bahwa dari semua kecamatan yang ada di Tapin pada tahun 2004 ada 6 Kecamatan yang bebas rawan gizi, tahun 2005 100% dinyatakan bebas rawan gizi, pada tahun 2006 terdapat 4 kecamatan yang masih rawan gizi, sedangkan pada tahun 2007 dari 12 kecamatan di Kabupaten Tapin hanya 1 kecamatan yang masih dianggap rawan gizi yaitu Kecamatan Candi Laras Selatan. Pada tahun 2008 terjadi perubahan signifikan dari hasil pemantauan  Kecamatan yang bebas rawan gizi hanya ada 2 yaitu Kecamatan Bakarangan dan Kecamatan Candi Laras Utara. Tahun 2009 dari 12 kecamatan di Kabupaten Tapin dari hasil pemantauan terjadi peningkatan kecamatan yang rawan gizi yaitu menjadi 9 kecamatan. Adapun kecamatan yang bebas rawan gizi ada 3 yaitu Kecamatan Hatungun, Lokpaikat dan Piani.Sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan kecamatan yang rawan gizi menjadi 3 kecamatan saja yaitu Kecamatan Tapin Utara, Kecamatan Tapin Selatan dan Kecamatan Bungur.



BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut ini diuraikan gambaran situasi upaya kesehatan, khususnya untuk tahun 2010.
A.        Pelayanan Kesehatan Dasar
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat sudah dapat diatasi.
Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dapat dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
1.  Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi.
Seorang ibu mempunyai peran yang sangat besar di dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang sedang hamil bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi dan anaknya.
a.         Pelayanan Antenatal (K1 dan K4)
Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu yang mengandung maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur . Hal ini dilakukan untun menghindari gangguan sedini mungkin dari segala sesuatu yang membahayakan terhadap kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya.
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kehamilan, dokter umum, bidan, dan perawat) kepada ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif.
Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Ibu Hamil K4 adalah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standart paling sedikit empat kali, dengan distribusi minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali triwulan kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga pada masa kehamilan. Cakupan K4 di Kabupaten Tapin pada tahun 2002 sebesar 67,97%, pada tahun 2003 mengalami peningkatan menjadi 91,17%, tahun 2004 mengalami penurunan kembali menjadi 69,6% dibawah target yang ditetapkan yaitu 80%. Tahun 2005 meningkatnya peran serta masyarakat dan berkembangnya beberapa Posyandu berdampak positif pada cakupan kunjungan K4 yang meningkat menjadi 84,76% dari 3.979 ibu hamil sampai paad tahun 2006 cakupan K4 meningkat menjadi 85,3% dari 4.020 Bumil, dan pada tahun 2007 hasil cakupan K4 berdasarkan laporan Puskesmas terus meningkat menjadi 87,2% dari 4.053 Bumil, namun pada tahun 2008 cakupan K4 mengalami penurunan menjadi 73,0%. Tahun 2009 cakupan K4 mengalami penurunan lagi menjadi 71,58% dari 4.110 bumil dan tahun 2010 cakupan K4 mengalami peningkatan  menjadi 76,25% dari 4.110 bumil
b.        Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan  persalinan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan (professional).
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari laporan Puskesmas Pertolongan persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Tapin pada tahun 2002 adalah 65,28 % sedangkan selebihnya oleh dukun terlatih dan tidak terlatih. Untuk tahun 2003 pertolongan persalinan oleh Tenaga Kesehatan  meningkat menjadi 82,82 % dan tahun 2004 turun menjadi 82,38 % walaupun masih mencapai target yang ditetapkan sebesar 80%. Pada tahun 2005   persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menurun sampai di bawah target menjadi 72,51% di banding tahun sebelumnya, pada tahun 2006 persalinan oleh nakes sebesar 74,1% meskipun mengalami peningkatan namun pencapiannya masih dibawah target yang ditetapkan, sedangnkan pada tahun 2007 pencapaian persalinan nakes mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu sebesar 82,2%, namun pada tahun 2008 cakupan persalinan nakes menurun kembali menjadi 76,3%. Pada tahun 2009 cakupan persalinan nakes meningkat menjadi 90,49% dan pada tahun 2010  cakupan persalinan nakes mengalami penurunan menjadi 77,74%.  Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2002 – 2010 dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini.
c.         Ibu Hamil Risiko Tinggi yang Dirujuk
Dalam memberikan pelayanan khususnya oleh tenaga bidan di desa dan puskesmas, terkadang dijumpai ibu hamil yang memiliki risiko tinggi yang memerlukan pelayanan kesehatan lanjut. Dengan terbatasnya kemampuan memberikan pelayanan oleh tenaga bidan di desa atau puskesmas, maka perlu dilakukan rujukan ke unit pelayanan kesehatan memadai. Secara nasional persentase ibu hamil dengan risiko tinggi yang dirujuk sebesar 23,83 %.. Pada tahun 2010 berdasarkan laporan dari puskesmas jumlah ibu hamil yang di rujuk adalah 55 orang.



d.        Kunjungan Neonatus (KN1 dan KN2)
Bayi hingga usia kurang dari satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus (usia 0-28 hari) minimal dua kali, yaitu satu kali pada umur 0-7 hari dan selanjutnya satu kali pada umur 8-28 hari.
Dalam melaksanakan pelayanan neonatus, petugas kesehatan di samping melakukan pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan konseling perawatan bayi kepada ibu. Pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar (tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit, dan pemberian imunisasi), pemberian vitamin K, manajemen terpadu balita muda (MTBM), dan penyuluhan perawatan neonates di rumah menggunakan buku KIA. Pada tahun 2007 cakupan kunjungan neonatal (KN2) sebesar 87,6% dan pada tahun 2008 mengalami kenaikan menjadi 88,4%. Tahun 2009 cakupan kunjungan neonatal (KN2) sebesar mengalami kenaikan lagi menjadi 99,71% dan pada tahun 2010



2.  Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah, Anak Usia Sekolah dan Remaja
Pelayanan kesehatan pada kelompok ini dilakukan dengan pelaksanaan pemantauan dini terhadap tumbuh kembang dan pemantauan kesehatan anak pra sekolah, pemeriksaan anak sekolah dasar / sederajat, serta pelayanan kesehatan pada remaja, baik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun peran serta tenaga terlatih lainnya seperti kader kesehatan, guru UKS dan dokter kecil. Menurut hasil laporan Puskesmas cakupan anak pra sekolah yang diperiksa di Kabupaten Tapin Tahun 2007 adalah 18,79%, dan pada tahun 2008 naik menjadi 21,9% yang diperiksa. Tahun 2009 menurun menjadi 5,24% sedangkan pada tahun 2010 dari 3.729 anak prasekolah tidak ada laporan yang di lakukan pemeriksaan.

3.  Pelayanan Keluarga Berencana
Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi. Menurut hasil penelitian, usia subur seorang wanita biasanya antara 15 – 49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat/cara KB.
Tingkat pencapaian pelayanan keluarga berencana dapat digambarkan melalui cakupan peserta KB yang ditunjukkan melalui peserta KB aktif dan jenis kontrasepsi yang digunakan akseptor. Berdasarkan data dari Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Tapin tahun 2006 menggambarkan peserta KB Aktif sebanyak 24.647 orang atau sebesar 79,75% dengan peserta baru sebanyak 4.832 orang, sedangkan pada tahun 2007 jumlah peserta KB aktif sebanyak 26.145 orang (80,2%) dengan jenis kontrasepsi yang digunakan paling banyak adalah Pil (52,5%) dan suntik (31,9%) dari 26.145 jumlah peserta KB aktif. Kemudian pada tahun 2008 jumlah perserta KB aktif meningkat menjadi 27.634 orang (83,98%), dan jenis kontrasepsi yang paling banyak digunkan masih Pil (49,4) dan suntik (35,1%). Tahun 2009 jumlah perserta KB aktif  sebanyak 27.627 orang (81,22%), dan jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan masih Pil (47,52%) dan suntik (37,21%). Sedangkan pada tahun 2010 jumlah perserta KB aktif meningkat menjadi 29.729 orang (85%), dan jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan masih Pil (47,86%) dan suntik (36,4%).

4.  Pelayanan Imunisasi
Pencapaian Universal Child Immunization  (UCI) pada dasarnya merupakan proksi terhadap cakupan atas imunisasi secara lengkap pada sekelompok bayi. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah tertentu, berarti dalam wilayah tersebut tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi (herd immunity) terhadap penularan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), dalam hal ini menargetkan UCI pada wilayah administrasi desa / kelurahan.
Pada tahun 2003  di Kabupaten Tapin terdapat 68 desa (51,5 %) yang sudah mencapai UCI, namun masih ada 64 desa (48,5 %) yang  belum mencapai UCI. Tahun 2004 desa / kelurahan yang mecapai UCI meningkat menjadi 80 desa/kelurahan (60,61%), sedangkan yang belum mencapai UCI masih 52 desa/kelurahan. Cakupan Imunisasi Kabupaten Tapin tahun 2004 adalah sebagai berikut : DPT1 89,2% (target 90%), DPT3 76,3 % (target 85 %), Polio3 78,7 % (target 85%), Campak 82,1 % (target 90%), BCG 93,5 % (target 90%) dan Hepatitis B3 54,5 % (target 80%). Pada tahun 2005 hasil program imunisasi di Kabupaten Tapin  dari seluruhnya 132 Desa/kel yang ada mencapai UCI hanya 61 Desa/Kel (46,2%), kalau di banding tahun 2004 hasil tersebut  menurun signifikan, penurunan jumlah UCI Desa/Kel dapat menggambarkan kurang optimalnya kinerja petugas dilapangan dan hal ini mempunyai dampak timbulnya kasus-kasus PD3I di masa yang akan datang. Pada tahun 2006 pencapaian UCI desa menurun kembali  menjadi 40,15%, semua Puskesmas tidak mencapai UCI Desa, dan hanya 2 Puskesmas yang UCI Desa nya lebih dari 70% yaitu Puskesmas Hatungun dan Tambaruntung. Kemudian tahun 2007 dari seluruh desa/kel di Kabupaten Tapin yang berjumlah 131 Desa/Kel, yang mencapai UCI Desa sebanyak 66 Desa (50,4%), hasil ini lebih baik dari tahun sebelumnya meskipun belum mencapai UCI di Tingkat Kabupaten, dari 13 Puskesmas di Kabupaten Tapin terdapat 2 Puskesmas / Kecamatan yang mencapai UCI yaitu Kecamatan Bungur sebesar 91,7% dan Kecamatan Tapin Selatan sebesar 90%. Tahun 2008 meskipun mengalami kenaikan pencapaian UCI menjadi 56,5% tetapi hasil ini belum menggembirakan. Tahun 2009 pencapaian UCI mengalami penurunan menjadi 38,93% (51 desa UCI dari 131 desa yang ada). Sedangkan pada tahun 2010 pencapaian UCI mengalami penurunan lagi menjadi 34,85% (46 desa dari 132 desa).  Pencapian UCI Desa di Kabupaten Tapin tahun 2003 – 2010 dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini.
 

5.  Pelayanan Kesehatan Pra Usia Lanjut dan Usia Lanjut
Pelayanan kesehatan juga dilakukan secara khusus kepada kelompok pra usia lanjut dan usia lanjut, dimana pada kelompok ini biasanya banyak mengalami gangguan kesehatan degeneratif dan fungsi tubuh lainnya. Pemantauan kegiatan pelayanan pra usila dan usila di Kabupaten Tapin belum dicatat secara rutin sehingga data belum tersedia. Pelaksanaan dan pemantauan pelayanan kesehatan pra usila dan usila di Kabupaten Tapin akan lebih di optimalkan melalui pemberdayaan Posyandu Lansia/Usila yang akan terintegrasi kegiatannya dengan Posyandu Balita. Pada tahun 2010 dari jumlah pra usila (45-49 th) dan usila (> 60 th) sebanyak 1.346 orang, yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 560 orang atau (43,83%).

B.        Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Penunjang
Upaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat dilakukan secara rawat jalan bagi masyarakat yang mendapat gangguan kesehatan ringan dan pelayanan rawat inap, baik secara langsung maupun melalui rujukan pasien bagi masyarakat yang mendapatkan gangguan kesehatan sedang hingga berat. Sebagian besar sarana pelayanan puskesmas dipersiapkan untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi kunjungan rawat jalan, sedangkan rumah sakit yang dilengkapi berbagai fasilitas di samping memberikan pelayanan pada kasus rujukan untuk rawat inap juga  melayani kunjungan rawat jalan.
1.     Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit
Beberapa indikator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dipantau antara lain pemanfaatan tempat tidur (BOR), rata-rata lama hari perawatan (LOS), rata-rata tempat tidur dipakai (BTO), rata-rata slang waktu pemakaian tempat tidur (TOI), persentase pasien keluar yang meninggal (GDR) dan persentase pasien keluar yang meninggal <24 jam perawatan (NDR).
Kabupaten Tapin memiliki satu buah Rumah Sakit Umum yaitu RSU Datu Sanggul, pelayanan rawat jalan di Rumah Sakit Umum Datu Sanggul Rantau meliputi Poli Umum, Poli Gigi dan Mulut, Poli Anak, Poli Mata, Poli Penyakit Dalam, Poli Kebidanan dan Kandungan, Unit Gawat Darurat, Poli Bedah, Fisioterapi, Poli Keluarga Berencana, Kegiatan Instalasi Gawat Darurat, Bedah sentral, Radiologi, Laboratorium, Farmasi dan Rawat jalan.
Jumlah kunjungan rawat jalan di RSU Datu Sanggul Rantau pada tahun 2003 adalah sebanyak 16.788 kunjungan, sedangkan rawat inap jumlah kunjungan adalah sebanyak 6.164 kunjungan. Tahun 2004 jumlah kunjungan rawat jalan meningkat menjadi 22.213 kunjungan, namun untuk kunjungan rawat inap menurun menjadi 2.057 kunjungan. Pada tahun 2005 jumlah kunjungan rawat jalan RSU Datu Sanggul Rantau sangat menurun menjadi 14.075 kunjungan atau turun 36,6% dari kunjungan rawat jalan tahun 2004, untuk jumlah kunjungan rawat inap meningkat menjadi 2.352 kunjungan atau 14,3% dari kunjungan rawat inap tahun 2004.
Berdasarkan laporan tahunan RSU Datu Sanggul Rantau untuk tahun 2003, Bed Occupancy Rate (BOR) sebesar 41,93 %, Length of Stay (LOS) sebesar 3,13 Hari  dan TOI sebesar 7,63 %. Tahun 2004 BOR menurun menjadi 34 %, sedangkan LOS meningkat menjadi 3,6 hari, dan TOI menjadi 8,4. Pada tahun 2005  tingkat pemanfaatan tempat tidur RS (BOR) meningkat menjadi 35%, LOS menurun menjadi 2,75 hari, dan TOI juga menurun menjadi 5,31 di banding tahun 2004. Kemudian pada tahun 2006 pemanfaatan tempat tidur RS (BOR) menurun menjadi 33,8%, LOS meningkat menjadi 3,3 hari, dan TOI juga meningkat menjadi 6,5, sedangkan pada tahun 2007 berdasarkan laporan tahunan RSU Datu Sanggul pencapaian BOR meningkat dibanding tahun 2006 yaitu 39,3%, LOS juga meningkat menjadi 3,7 hari, dan TOI menurun menjadi 5,6. tahun 2007 yaitu BOR : 39,3%, LOS juga meningkat menjadi 3,7 hari, dan TOI menurun menjadi 5,6. Tahun 2008 BOR mengalami peningkatan menjadi 49,1%, LOS  menurun menjadi 3 hari dan TOI menurun menjadi 3,1. Pada tahun 2009 BOR mengalami peningkatan menjadi 57,6,1%, LOS  meningkat sedikit  menjadi 3,1  hari dan TOI menurun menjadi 2,3. Sedangkan pada tahun 2010 BOR mengalami peningkatan kembali menjadi 63,42%, LOS  meningkat menjadi 3,87  hari dan TOI menurun menjadi 1,78.
 
Gambar 4.4
HASIL PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DATU SANGGUL
TAHUN 2001- 2010

 


2.  Pemanfaatan Obat Generik.
Penggunaan obat generik merupakan salah satu langkah dalam upaya meningkatkan kemampuan masyarakat menjangkau obat yang berkualitas. Keberhasilan dalam sosialisasi pemanfaatan obat generik sangat dipengaruhi oleh keseriusan tenaga kesehatan dan terjaminnya ketersediaan obat generik di fasilitas kesehatan.



C.    Pemberantasan Penyakit Menular
Banyaknya orang sakit menggambarkan kondisi kesehatan suatu wilayah. Indikator yang biasa digunakan antara lain adalah insiden (Incidence Rate = IR) dan atau prevalensi (Prevalence Rate = PR), keduanya menunjukkan kejadian penyakit tertentu saja. Bersama dengan prevalensi dan insidensi digunakan juga indikator tingkat kematian suatu penyakit (Case Fataliti Rate = CFR).
1.  Penyakit Menular Langsung
Penyakit menular langsung adalah penyakit infeksi yang dapat ditularkan ke orang lain tanpa perantara. Penyakit ini pada umumnya masih merupakan masalah kesehatan masyarakat mengingat kasusnya yang masih banyak ditemui dimasyarakat. Berikut ini adalah beberapa penyakit menular langsung yang cukup menonjol.
a.  Tuberkolosis Paru (TB Paru)
Penyakit Tuberkolosis Paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Estimasi tersangka TB Paru adalah 13 per 1000 penduduk. Untuk tahun 2005 estimasi TBC di Kabupaten Tapin adalah 1.939. Tersangka yang diperiksa 1.173 orang. Estimasi TB BTA positif adalah 10 % dari estimasi tersangka yakni 194 orang. Dari 1.173 tersangka yang diperiksa ditemukan 153 orang BTA (+) yang diobati, kalau melihat dari target penemuan BTA (+) sebesar 191 orang untuk tahun 2005, maka penemuan BTA (+) sudah mencapai 80,10 % yang berarti lebih besar dari target nasional 75%. Pada tahun 2006 jumlah tersangka TB yang diperiksa sebanyak 1.191 kasus dan terdapat 158 BTA(+), sedangkan pada tahun 2007 jumlah tersangka TB ditemukan sebanyak 1.558 kasus, dari jumlah tersebut terdapat 133 BTA(+), kasus terbanyak ditemukan pada kecamatan Binuang. Tahun 2009 jumlah tersangka TB ditemukan sebanyak 891 kasus, dari jumlah tersebut terdapat 120 BTA(+), kasus terbanyak ditemukan pada kecamatan Binuang dan Candi Laras Utara. Sedangkan pada tahun 2010 jumlah tersangka TB ditemukan sebanyak 1.080 kasus, dari jumlah tersebut terdapat 131 BTA(+), kasus terbanyak ditemukan pada kecamatan Binuang.

b.  ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
Program pemberantasan penyakit ISPA di prioritaskan pada penanggulangan pneumonia pada balita. Indicator untuk menilai keberhasilan program ini adalah penemuan penderita pneumonia sangat terkait dengan penanggulangan polusi, pencegahan berat badan lahir rendah dan pemberian vitamin A. upaya yang terbukti efektif untuk mencegah pneumonia adalah imunisasi. ISPA (pneumoni) merupakan penyakit yang paling mudah penularannya, terutama di daerah yang padat penduduknya. Pada tahun 2002 jumlah kasus pneumonia di Kabupaten Tapin adalah 511 kasus, pada tahun 2003 jumlahnya menjadi 708 kasus yang menyerang pada umur 0-4 tahun, 100% balita (0-4 tahun) yang menderita pneumonia ini mendapat penanganan medis. Tahun 2004 jumlahnya menurun menjadi 589 kasus dan 100% balita (0-4 tahun) yang menderita pneumonia ini mendapat penanganan medis juga. Tahun 2005 jumlah kasus pneumonia pada balita menurun dari tahun sebelumnya menjadi 506 kasus, semua penderita pneumonia (100%) mendapat penanganan medis. Kemudian pada tahun 2007 ditemuakan jumlah penderita Pneumonia sebanyak 527 kasus dengan jumlah penderita pada balita sebanyak 457 kasus, tahun 2008 jumlah penderita Pneumonia sebanyak 252 kasus dengan jumlah penderita pada balita sebanyak 20 kasus. Pada tahun 2009 jumlah penderita pneumoni pada balita sebanyak 243 kasus. Sedangkan pada tahun 2010 jumlah penderita Pneumonia sebanyak 1.548 kasus dengan jumlah penderita pada balita sebanyak 313 kasus.

c.  Diare
Penyakit diare di Kabupaten Tapin masuk dalam golongan penyakit terbesar yang angka kejadiannya relatif cukup tinggi. Keadaan ini didukung oleh faktor lingkungan, yaitu penggunaan air untuk keperluan sehari-hari yang tidak memenuhi syarat, sarana jamban keluarga yang kurang memenuhi syarat, serta kondisi sanitasi perumahan yang tidak higienis.
Penyakit diare selain dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat, juga dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa sehingga angka kesakitan diare berfluktuasi tergantung pada panjangnya musim kemarau. Incidence diare menurut laporan Puskesmas di Kabupaten Tapin pada tahun 2002 adalah 2.662, kemudian pada tahun 2003 menurun menjadi 2.077 kasus. Dari jumlah tersebut terdapat 1.109 penderita balita, 100% balita (0-4 tahun) yang terserang diare dapat ditangani dengan baik. Tahun 2004 jumlah kasus diare menurun dari 2 tahun sebelumnya menjadi 1.748 kasus, dari jumlah tersebut 812 penderita balita dan 100% balita (0-4 tahun) yang terserang diare tersebut dapat ditangani dengan baik. Tahun 2005 jumlah kasus diare di Kabupaten Tapin meningkat di banding tahun 2004  menjadi 2.334 kasus, dari jumlah tersebut terdapat 951 kasus diare pada balita dan semua (100%) dapat ditangani dengan baik. Pada tahun 2007 kasus diare di Kabupaten Tapin mengalami penurunan menjadi 2.088 kasus, dari kasus tersebut sebanyak 1.067 kasus diare diderita balita, tetapi pada tahun 2008 kasus diare meningkat menjadi 3.052 kasus dan kasus diare yang terjadi pada balita sebanyak 1.478 kasus. Pada tahun 2009 kasus diare meningkat lagi menjadi 3.121 kasus dan kasus diare yang terjadi pada balita sebanyak 1.647 kasus. tahun 2010 kasus diare menurun tajam  menjadi 1.817 kasus dan kasus diare yang terjadi pada balita sebanyak 1.022 kasus.

2.     Penyakit Bersumber Binatang
a.     Penyakit Malaria
Penyakit malaria di beberapa daerah masih merupakan masalah kesehatan masyarakat khususnya di daerah yang mempunyai kawasan hutan. Daerah endemis malaria Kabupaten Tapin ter dapat di Kecamatan Hatungun. Pada tahun 2003 terdapat 23 kasus malaria positif, tahun 2004 kasus malaria meningkat menjadi 32 kasus positif dari 206 klinis atau 1,4 orang per 1000 penduduk, dan tahun 2005 jumlahnya meningkat dari 113 kasus klinis  ditemukan 52 yang positif malaria atau angka kesakitan malaria 0,75 per 1000 penduduk. Pada tahun 2006 ternyata masih banyak ditemukan kasus malaria , berdasarkan laporan Puskesmas jumlah malaria klinis ditemukan sebanyak 69 kasus, dari jumlah tersebut terdapat 39 kasus positif (56,5%), dan angka kesakitan 0,46 per 1000 penduduk. Kemudian pada tahun 2007 meskipun penemuan kasusnya menurun, namun penurunan kasusnya masih relatif rendah, dari 61 jumlah kasus klinis yang ditemukan terdapat 29 kasus yang positif, kasus ini terdapat pada 4 Kecamatan, dan Kecamatan Hatungun yang menjadi daerah endemis di Kabupaten Tapin masih ditemukan kasus yang cukup tinggi yaitu 41 kasus klinis dengan 24 kasus yang positif. Tahun 2008 ditemukan kasus malaria klinis sebanyak 72 kasus dengan 30 kasus yang positif, dan daerah Kecamatan Hatungun masih menjadi daerah endemis dan kasusnya setiap tahun masih cukup banyak. Pada tahun 2009 ditemukan kasus malaria klinis sebanyak 40 kasus dengan 11 kasus yang positif, dan daerah Kecamatan Hatungun masih menjadi daerah endemis dan kasusnya setiap tahun masih cukup banyak. Sedangkan pada tahun 2010 ditemukan kasus malaria klinis sebanyak 148 kasus dengan 79 kasus yang positif, dan daerah Kecamatan Binuang merupakan daerah dengan jumlah penderita terbanyak.

b.    Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit DBD perlu diwaspadai sejalan dengan semakin meningkatnya mobilitas penduduk, selain meningkatnya transportasi dan mobilisasi, angka kejadian penyakit ini sangat di pengaruhi oleh lingkungan terutama kesadaran masyarakat tentang kebersihan lingkungan.
Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2003 di Kabupaten Tapin terdapat 6 kasus yang terjadi di Kecamatan Tapin Utara 2 kasus, di Kecamatan Binuang, Tapin Selatan, Salam Babaris dan Banua Padang masing-masing 1 kasus. Tahun 2004 meningkat menjadi 8 kasus yang terjadi di Kecamatan Tapin Utara 3 kasus, Kecamatan Binuang dan Lokpaikat masing-masing 2 kasus, dan Kecamatan Salam Babaris 1 kasus. Pada tahun 2005 masih ditemukan beberapa kasus DBD yaitu sebanyak 7 kasus di 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Tapin Utara dan Binuang, dua kecamatan ini merupakan daerah endemis DBD yang penduduknya paling banyak dan mobilitas penduduknya sangat tinggi karena terletak di daerah perkotaan, Angka Kesakitan DBD adalah 4,7 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2006 terdapat 7 kasus DBD, sedangkan pada tahun 2007 jumlah kasus ditemukan meningkat menjadi 11 kasus yang menyebar pada 4 kecamatan dan kecamatan yang paling banyak kasusnya adalah Kecamatan Binuang yaitu 5 kasus. Kemudian pada tahun 2008 kasus DBD juga meningkat menjadi 17 kasus dan semuanya sudah ditangani. tahun 2009 kasus DBD juga meurun menjadi 4 kasus dan semuanya sudah ditangani. Sedangkan pada tahun 2010 kasus DBD juga meningkat tajam menjadi 45 kasus dan semuanya sudah ditangani.

c.     Rabies
Penyakit rabies adalah penyakit menular akut dari susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh virus rhabdo atau salah satu dari penyakit zoonosis. Virus Rhabdo terdapat pada air liur pada hewan penderita rabies seperti anjing, kucing dan kera yang ditularkan melalui gigitan. Oleh karena itu, setiap kasus gigitan selalu diobservasi baik pada manusia yang digigit maupun pada hewan penggigit untuk mengindentifikasi adanya gejala penyakit rabies. Seseorang yang telah menunjukkan gejala rabies akan sulit ditolong karena sampai saat ini belum ditemukan obatnya (CFR = 100 %). Sejak tahun 1995-2004 terjadi kenaikan kasus gigitan hewan tersanga rabies.

D.    Perbaikan Gizi Masyarakat
Upaya perbaikan gizi masyarakat pada hakikatnya dimaksudkan untuk menangani permasalahan gizi yang dihadapi masyarakat. Berdasarkan pemantauan yang telah dilakukan, ditemukan beberapa permasalahan gizi yang sering dijumpai pada kelompok masyarakat, yaitu Kekurangan Kalori Protein, Kekurangan Vitamin A, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium dan Anemia Gizi Besi.


1.  Pemantauan Pertumbuhan Balita
Upaya pemantauan status gizi pada kelompok balita difokuskan melalui pemantauan terhadap pertumbuhan berat badan yang dilakukan melalui kegiatan penimbangan di Posyandu secara rutin setiap bulan, serta pengamatan langsung terhadap penampilan fisik balita berkunjung di fasilitas pelayanan kesehatan.

2.  Pemberian Kapsul Vitamin A
Upaya perbaikan gizi juga dilakukan pada beberapa sasaran yang diperkirakan banyak mengalami kekurangan terhadap vitamin A yang dilakukan melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan balita yang diberikan sebanyak 2 kali dalam satu tahun (Pebruari dan Agustus) dan pada ibu nifas diberikan 1 kali.
Kekurangan Vitamin A berakibat gangguan pada mata. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, maka dilaksanakan pemberian kapsul Vit. A dosis tinggi pada anak balita pada bulan Pebruari dan Agustus di Posyandu. Distribusi Vit A tahun 2003 di Kabupaten Tapin untuk balita 96,78 %, sedangkan tahun 2004 menurun menjadi 54,16 % yang berarti belum mencapai target yang ditetapkan yaitu 80 %. Tahun 2005 pemberian kapsul vitamin A pada anak Balita mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi 74,55%, sedangkan pada tahun 2006 jumlah balita diberi vitamin A dua kali sebanyak 11.421 orang dari 19.503 balita atau  58,56%, pencapaian ini sangat menurun dibanding tahun sebelumnya, sehingga upaya untuk meningkatkan cakupan ini terus dilaksanakan, tetapi hasil yang dicapai pada tahun 2007 belum menggembirakan karena hanya mencapai 59,45%, meskipun meningkat pencapaian tersebut tetapi masih dibawah target yang ditetapkan. Berdasarkan laporan Puskesmas tahun 2008 pemberian Vitamin A pada Balita sebesar 54,7%, hasil tentunya menurun bila dibanding dengan tahun sebeleumnya. Pada tahun 2009 pemberian Vitamin A pada Balita tidak ada laporan/kegiatan. Sedangkan pada tahun 2010 pemberian Vitamin A pada Balita sebesar 76,65%, hasil tentunya meningkat tajam bila dibanding dengan tahun sebeleumnya Peresentase Pemberian Kapsul Vitamin A pada Balita tahun 2003 – 2010 dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini.

3.  Pemberian Tablet Besi
Pelayanan pemberian tablet besi dimaksudkan untuk mengatasi kasus anemia serta meminimalisir dampak buruk akibat kekurangan fe, khususnya yang dialami oleh ibu hamil. Cakupan pemberian tablet Fe untuk di Kabupaten Tapin tahun 2003 distribusi Fe1 dan Fe 3 pada ibu hamil masing-masing 67,1 % (target 90%) dan 55,5 % (target 80%). Tahun 2004 pemberian tablet Fe1 dan Fe3 adalah 67,43 % dan 55,67 %, sedangkan tahun 2005 pemberian Fe1 dan Fe3 meningkat menjadi 77,2% dan 61,3%. Pada tahun 2007 jumlah ibu hamil yang mendapat Fe1 dan Fe3 sebesar 67,04% dan 57,12%, hasil ini belum mencapai target yang ditetapkan. Sedangkan pada tahun 2008 hasil pemberian tablet besi (F1 dan Fe3) menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 54,7% dan 47,1%. tahun 2009 hasil pemberian tablet besi (F1 dan Fe3) meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 78,71% dan 65,35%. Sedangkan tahun 2010 hasil pemberian tablet besi (F1 dan Fe3) meningkat lagi dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 85.06% dan 72.11%.





















BAB V
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan dikelompokkan menjadi sarana kesehatan, tenaga kesehatan, dan pembiayaan kesehatan seperti terlihat pada uraian sebagai berikut :
A.    Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Prasarana adalah supply yang diperlukan untuk operasional alat. Sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Pembangunan Sarana Kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes dan pengadaan Puskesmas Keliling sudah hampir merata keseluruh pelosok desa
Dalam menunjang dan meningkatkan pelayanan kesehatan di Kabupaten Tapin diperlukan sarana pelayanan kesehatan yang cukup. Jumlah sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten Tapin Tahun 2008, terdiri dari :
§  Rumah Sakit Umum                         :           1          Buah
§  Instalasi Farmasi                             :           1          Buah
§  Puskesmas Perawatan                     :           2          Buah
§  Puskesmas Non Perawatan  :           11         Buah
§  Puskesmas Pembantu                     :           47         Buah
§  Puskesmas Keliling             :           14         Buah
Peran serta masyarakat di bidang kesehatan yang diwujudkan dalam bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). Jenis UKBM yang paling banyak adalah Posyandu, Polindes, dan Poskesdes. Diawali adanya kegiatan penimbangan balita yang kemudian menjadi bentuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dengan 5 program yaitu Kesehatan Ibu dan Balita, Keluarga Berencana, Penanggulangan Gizi Buruk dan Diare, serta pemberian Imunisasi. Sejak itu jumlah Posyandu semakin bertambah dan berkembang kualitasnya seiring dengan adanya program-program tambahan.Selain Posyandu kemudian tumbuh dan berkembang pula UKBM lain seperti : Polindes, Poskestren, TOGA, Poskesdes, dan lain sebagainya, sesuai dengan meningkatnya kebutuhan kesehatan masyarakat.
Tumbuh dan berkembangnya UKBM merupakan indikator peranserta masyarakat,oleh karena itu perlu terus dipantau jumlah dan perkembangannya. Beberapa jenis UKBM yang banyak terdapat di Kabupaten Tapin pada Tahun 2010, terdiri dari :
§  Posyandu                                       :           208       Buah
§  Polindes                                         :           46         Buah
§  Poskesdes                                     :           26         Buah
Posyandu Aktif adalah Posyandu yang melaksanakan kegiatan hari buka dengan frekuensi lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader yang bertugas 5 orang atau lebih, cakupan program utama (KIA,KB, Gizi, Imunisasi lebih dari    50 %, dan sudah ada 1 atau lebih program tambahan, , serta cakupan dana sehat < 50 %.) dengan perkataan lain Posyandu aktif adalah posyandu dengan tingkat kemandirian Purnama dan Mandiri. Tingkat Perekembangan Posyandu di Kabupaten Tapin Tahun 2010 secara kuantitas sudah menggembirakan, namun secara kualitas masih perlu mendapat perhatian dengan meningkatkan pembinaan secara ruitn dan berkesinambungan baik di Tingkat Kabupaten maupun Kecamatan dan Desa/Kelurahan. Dari data UKBM yang dikumpulkan tingkat peencapaian perkembangan Posyandu Aktif di Kabupaten Tapin Tahun 2007 sebesar 11,4% (Strata Purnama dan Mandiri), dan pada strata Madya sudah cukup tinggi yaitu 77,2%, hal ini perlu upaya dalam meningkatkan tingkat perkembangan Posyandu yang berada pada strata Madya menjadi strata Purnama dan Mandiri. Tahun 2008 jumlah Posyandu akif sebanyak 12,75% dan Posyandu denga strata Madya mencapai 77,4%. Tahun 2009 jumlah Posyandu akif sebanyak 14,90% dan Posyandu denga strata Madya mencapai 68,75%. Sedangkan pada tahun 2010 jumlah Posyandu akif sebanyak 22.38 % dan Posyandu denga strata Madya mencapai 67,14  %.

B.    Tenaga Kesehatan
Penyelenggaraan upaya kesehatan tidak hanya dilakukan pemerintah, tetapi juga diselenggarakan oleh swasta. Oleh karena itu, gambaran situasi ketersediaan tenaga kesehatan baik yang bekerja di sektor pemerintah maupun sektor swasta perlu diketahui. Namun data tenaga kesehatan baik yang bekerja di sektor pemerintah maupun sektor swasta sulit didapatkan.
Jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Tapin yang melaksanakan pelayanan kesehatan baik Tingkat Puskesmas (Pustu dan Polindes), Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan (termasuk Gudang Farmasi) pada Tahun 2010 terdiri dari tenaga  Medis (dokter, dokter gigi, dokter spesialis), Perawat & Bidan (DIII, S1), Farmasi (Apoteker, Ass.Apt), Gizi (DI, DIII, DIV), Teknisi Medis (Analis, TEM, Pen.Rontgen, Pen.Anastesi, Fisioterapi), Sanitasi (SPPH, DIII Kesling) dan Kesmas (SKM, MPH dll), rincian dan jumlah tenaga dapat dilihat pada tabel berikut ini  :
TABEL 5.1
JUMLAH TENAGA KESEHATAN KABUPATEN TAPIN
TAHUN 2010

NO
JENIS
TENAGA
UNIT KERJA
PUSKESMAS
RSU
DINKES
JUMLAH

1.
2.
3.
4.
4.
5.
6

Medis
Perawat & Bidan
Farmasi
Gizi
Teknisi Medis
Sanitasi
Kes. Masyarakat

27
278
16
20
22
35
7

14
95
14
6
20
3
6

1
       6
8
2
0
10
15

42
379
38
28
42
48
28
JUMLAH
405
158
42
605
Sumber : Bag.Tata Usaha Dinkes Kab.Tapin
  
C.    Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan di Kabupaten Tapin yang bersumber dana APBD pada periode 2003 s.d 2010 berkisar antara 5% - 12%  dari anggaran belanja langsung daerah. Tahun anggaran 2007 hanya mencapai 7,63% dari belanja langsung, tahun 2008 alokasi anggaran kesehatan menurun hanya 6,11%. Pada tahun 2009 alokasi anggaran kesehatan menurun lagi menjadi 5,60% , sedangkan pada tahun 2010 anggaran kesehatan menurun kembali menjadi sekitar 5,11%
Pembangunan kesehatan dalam rangka mendorong kemandirian masyarakat melalui peningkatan peran serta masyarakat melalui upaya penyelenggaraan pembiayaan kesehatan secara mandiri. Berbagai bentuk penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang saat ini dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat belum memperlihatkan hasil yang maksimal. Biaya pelayanan kesehatan cenderung semakin meningkat dengan mutu yang belum terjamin. Alternatif lain dalam penyelenggaraan pemeliharaan adalah dalam bentuk penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan pra upaya berlandaskan JPKM. Sistem pembayaran pra upaya adalah cara pembayaran kepada penyelenggara pelayanan kesehatan yang besar biayanya dihiitung dimuka (in advance) dan pihak penyelenggara pelayanan kesehatan akan menerima besarnya biaya tersebut tanpa memperdulikan besarnya biaya riel (real cost) yang dikeluarkan oleh penyelenggara pelayanan.
Pelaksanaan JPKM di Kabupaten Tapin tahun 2006 masih dalam tahap sosialisasi kepada pengambil keputusan di Tingkat Kabupaten. Pemahaman tentang konsep JPKM pada tingkat tersebut sangat perlu dilakukan untuk mendapat dukungan dalam pengelolaan di masa yang akan datang. Pemerintah Kabupaten Tapin merespon kegiatan JPKM dengan melaksanakan pelayanan bebas berobat / bersubsidi di wilayah Kabupaten Tapin bagi seluruh masyarakat Tapin, dengan sasaran adalah diluar peserta Askes wajib dan Askeskin, dan pada tahun 2007 sudah efektif dilaksanakan dengan alokasi dana lebih dari 1,5 milyar.
Keterlibatan sektor swasta dalam pembiayaan  kesehatan di Kabupaten Tapin melalui pengelolaan yang dilaksanakan oleh PT. ASKES Persero tahun 2008 dengan peserta sebanyak 13.413 orang, Sedangkan untuk JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) Miskin di Kabupaten Tapin dengan kepesertaan yang memiliki kartu Askeskin sebanyak 46.357 orang. Tahun 2009 dengan peserta PT. ASKES sebanyak 13.413 orang dan untuk Jamkesmas di Kabupaten Tapn dengan kepesertaan yang memiliki kartu Jamkesmas sebanyak 47.107 orang. Sedangkan tahun 2010 dengan peserta PT. ASKES sebanyak 11.707 orang dan untuk Jamkesmas di Kabupaten Tapn dengan kepesertaan yang memiliki kartu Jamkesmas sebanyak 63.654 orang.


BAB VI
P E N U T U P

Sesungguhnya data dan informasi sangat dibutuhkan bagi para penentu kebijakan dan perencanaan pembangunan kesehatan di segala tingkat administrasi. Profil Kesehatan Kabupaten Tapin ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan untuk menilai pencapaian program di Kabupaten Tapin. Dengan adanya penyajian data dan informasi di dalam profil kesehatan ini dalam bentuk narasi dan lampiran diharapkan dapat digunakan untuk mengambil langkah-langkah perbaikan dari setiap program, sehingga hasilnya dapat lebih dirasakan oleh masyarakat dalam bentuk pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.
Data dan informasi yang terdapat dalam Profil Kesehatan Kabupaten Tapin ini adalah berdasarkan pencapaian Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan sebagai penilaian kinerja Kabupaten Tapin. Dengan adanya berbagai terobosan dalam ragka pengadaan data dan informasi, diharapkan buku profil kesehatan pada tahun mendatang akan terbit lebih awal.
Untuk perbaikan ke depan terhadap substansi penyajian ataupun waktu terbit buku profil kesehatan ini dibutuhkan komitmen bersama, keseriusan dan dukungan dari semua pihak, khususnya unit-unit di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin.
Demikian penyajian Profil Kesehatan Kabupaten Tapin Tahun 2010 ini, semoga narasi dan lampiran ini dapat memenuhi kebutuhan akan data dan informasi kesehatan dalam rangka melihat gambaran situasi pembangunan kesehatan di Kabupaten Tapin yang tercinta ini.